Menelusuri Masalah Pendataan Warga Penerima Bansos Covid-19 di Trenggalek

Menelusuri Masalah Pendataan Warga Penerima Bansos Covid-19 di Trenggalek

Ilustrasi penyaluran bansos covid-19 di Trenggalek/Foto: Alvina Nur 'Asmy - nggalek.co

Kabar TrenggalekPandemi Covid-19 memberikan dampak terhadap penurunan ekonomi masyarakat di Indonesia, termasuk di Kabupaten Trenggalek. Berbagai upaya dilakukan pemerintah pusat maupun daerah untuk membantu warga terdampak Covid-19, salah satunya dengan bantuan sosial (bansos). Namun, bansos Covid-19 yang disalurkan oleh pemerintah kepada warga, tidak selalu merata dan tepat sasaran.

Kamis, 30 Sptember 2021, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek, melakukan rapat koordinasi Bantuan Sosial Pangan (BSP) di Gedung Bhawarasa, Trenggalek. Rapat itu dihadiri oleh Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA), Ratna Sulistyowati, Wakil Bupati Trenggalek, Syah Muhammad Natanegara, bersama para stakeholder dari agen-agen yang menyalurkan bansos kepada warga.

Syah mengakui bansos yang disalurkan kepada warga itu tidak merata dan tepat sasaran karena persoalan pendataan warga penerima bansos. Syah mengungkapkan, data warga penerima bansos yang sudah diusulkan dari pemerintah desa ke pemerintah pusat itu tidak terpakai. Hal itu dikarenakan data dari pemerintahan pusat berisi data lama yang di dalamnya masih ada data warga yang mampu ataupun warga yang sudah meninggal.

“Bahkan pemerintah desa enggan melakukan pemutakhiran data penerima Bansos karena data yang diperbaiki menjadi tidak terpakai. Masih harus banyak yang kami selesaikan. Termasuk pendatan yang menjadi penyakit menahun ini menjadi prioritas kami untuk menyembuhkan,” ujar Syah.

Menurut Syah, masyarakat mempunyai hak untuk menerima bansos, namun harus kecewa karena tidak bisa menerima bansos, padahal sudah diusulkan. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi Pemkab Trenggalek untuk mengevaluasi layanan bansos yang sudah berjalan. Pemkab Trenggalek perlu mengupayakan supaya masyarakat mendapatkan bansos sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Sudah Daftar Tapi Tidak Dapat

Sebelumnya, Minggu 26 September 2021, kabartrenggalek.com membuat artikel “Warga Trenggalek yang Belum Dapat Bansos Bisa Lapor Lewat Whatsapp”. Artikel itu memuat informasi cara melaporkan keluhan warga terkait layanan bansos selama pandemi Covid-19 melalui whatsapp/telegram LaporCovid-19.

Menurut catatan LaporCovid-19, hingga Rabu, 20 Oktober 2021, ada 200 lebih warga Trenggalek yang melaporkan layanan bansos selama pandemi Covid-19. Laporan dari warga Trenggalek itu terus bertambah hingga Rabu, 17 Desember 2021.

LaporCovid-19 mencatat, mulai Agustus – 13 Desember 2021, total jumlah pengaduan perlindungan sosial sebanyak 295 pengaduan. Jumlah pengaduan perlindungan sosial itu merupakan keseluruhan dari pengaduan yang masuk LaporCovid-19 di tingkat nasional. Artinya, pengaduan di LaporCovid-19 tentang masalah bansos Covid-19 didominasi oleh warga Trenggalek.

Salah satu warga Trenggalek yang melaporkan layanan bansos itu adalah Alfina (bukan nama sebenarnya). Alfina merupakan ibu rumah tangga. Suaminya menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai kuli bangunan.

Alfina menceritakan, ia pernah mendapatkan bansos dari program Bupati Trenggalek, yaitu Kartu Penyangga Ekonomi (KPE). Namun, Alfina hanya mendapatkan bantuan dari KPE selama lima bulan saja, dari Agustus sampai Desember 2020.

Setelah bantuan KPE itu berhenti, Alfina mengalami beberapa kesulitan seperti memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, biaya listrik serta biaya sekolah anak-anaknya.

“Kalau tidak ada [uang] juga bingung, soalnya punya anak sekolah. Untuk beli beras saja sering hutang. Setelah KPE berhenti, sangat saya rasakan dampaknya. Untuk bulanan listrik saja kami sampai bingung. Pilih tidak makan daripada tidak bayar listrik, karena bayarnya mencapai 200 ribu lebih dan saya sangat keberatan sekali,” ujar Alfina.

Dengan melapor ke LaporCovid-19, Alfina berharap, ia bisa mendapatkan bansos dari pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), ataupun Program Indonesia Pintar (PIP) untuk anak-anaknya. Terlebih, Alfina melihat beberapa tetangganya yang lebih mampu malah mendapatkan bansos.

“Banyak yang bertanya apakah saya mendapatkan PKH atau BPNT. Tapi saya tidak mendapatkan. PIP saja anak-anak tidak ada yan mendapatkan. Sampai [anak] yang sudah SMK mau keluar tahun depan. Karena ini bentuknya bantuan, jadi kami merasa kalau kami layak dibantu. Soalnya banyak yang kehidupannya di atas saya mendapatkan bantuan,” ucap Alfina.

Alfina berharap Pemkab Trenggalek maupun pemerintah pusat bisa mendata kembali, apakah data warga penerima bansos sudah benar atau belum. Setidaknya, lanjut Alfina, bansos bisa meringankan beban biaya listrik rumahnya. Karena listrik rumah Alfina memiliki daya 900 R1M dan tidak ada subsidi saat awal memasang listrik.

Dampak dari tidak mendapatkan bansos juga dialami oleh warga Trenggalek lainnya, Hanum (bukan nama sebenarnya). Hanum juga melaporkan layanan bansos selama pandemi Covid-19 ke LaporCovid-19. Ia melihat orang-orang di lingkungannya dengan kemampuan ekonomi di atasnya, malah mendapatkan bansos. Bahkan, orang-orang yang dekat dengan perangkat desa juga selalu mendapatkan bansos.

Ya kalau melihat di lingkungan sekitar saya mendapat batuan semua, ya jujur saya iri. Sedangkan saya belum pernah mendapat bantuan apapun. Kalaupun ekonominya di bawah saya, saya masih gapapa. Tapi kebanyakan ekonomi di atas saya jadi ya iri,” ujar Hanum.

Menurut Hanum, penyaluran bansos di Trenggalek tidak tepat sasaran. Malah kebanyakan, kata Hanum, orang yang sudah berada malah dapat bantuan, sedangkan yang membutuhkan tidak mendapat bantuan. Di desa Hanum, biasanya orang yang dekat dengan perangkat desa selalu dapat bantuan, baik itu saudara atau teman dekat dari perangkat desa. Dari awal pandemi 2021 sampai saat ini, masih terjadi hal-hal seperti itu.

Hanum pernah mendaftarkan diri untuk mendapatkan Bantuan Langsung Tunai Usaha Mikro Kecil Menengah (BLT UMKM), namun ia tidak pernah mendapatkannya. Hanum merupakan seorang petani. Ketika tidak mendapatkan bansos, ia hanya bisa mengandallkan hasil dari berkebun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi, suami Hanum sudah meninggal.

“Ya sebenarnya nggak cukup, tapi ya bagaimana lagi, adanya cuma itu [berkebun]. Suami saya ya belum lama ini baru aja meninggal. Dulu pernah daftar BLT UMKM itu. Tapi ya nggak dapat. Malah yang dapat orang kaya-kaya. Nggak punya usaha juga, yang penting saudaranya perangkat gitu,” jelas Hanum.

Melalui pelaporannya masalah bansos ke LaporCovid-19, Hanum berharap pemerintah pusat maupun daerah bisa melakukan pendataan ulang supaya pembagian bansos bisa tepat sasaran.

“Harapan saya, semoga ke depanya dilakukan pendataan ulang agar tepat sasaran. Dan pemerintah Trenggalek lebih memperhatikan masyarakatnya yang lebih membutuhkan. Kan bukan hanya yang dekat sama perangkat desa yang membutuhkan bantuan,” ucap Hanum.

Selain Alfina dan Hanum, masalah layanan bansos selama pandemi Covid-19 juga dirasakan oleh warga Trenggalek lainnya, Sugma (bukan nama sebenarnya). Sugma tinggal satu rumah dua kartu keluarga (KK) dengan ibunya. Mereka berdua tinggal di wilayah pegunungan dan bekerja sebagai petani.

Meskipun sudah mendaftar bansos, baik Sugma dengan ibunya, belum ada yang pernah mendapatkan bansos. Mereka mempertanyakan, mengapa tetangga yang ekonominya berada di atas mereka mendapatkan bansos terus, sedangkan Sugma maupun Ibunya tidak pernah mendapatkan bansos. Oleh karena itu, mereka melapor ke LaporCovid-19.

“Ada banyak yang dapat bansos, tapi banyak yang di atas ekonomi saya. Terus tetangga itu kiri kanan banyak kan yang serumah itu dobel, ada yang dua dapat bansos. Tapi ibu saya ini dari awal Covid sampai sekarang itu belum dapat [bansos] sama sekali. Kan ibu saya janda, maksud saya. Sehari hari cuman bertani lah. Saya itu kan satu rumah sebenernya dua KK. Tapi kami mengajukan belum dapat sama sekali,” ujar Sugma.

Ketika tidak pernah mendapatkan bansos, Sugma dan ibunya memenuhi kebutuhan sehari-hari melalui bertani. Setelah melapor ke LaporCovid-19, Sugma berharap supaya bansos bisa disalurkan kepada warga yang benar-benar membutuhkan.

“Kalau buat makan sehari-hari kan ada aja, tapi kenapa kami kok gak pernah dapet? Ya namanya orang, tetep diusahain dong buat makan sehari-hari. Ya seadanya. Gak ada kerjaan lain, mau kerja apa. Harapannya, mudah-mudahan bansos jatuh pada orang-orang yang bener-bener membutuhkan. Biar tepat sasaran dan merata. Tolong diusahakan. Tetangga kok dapat lagi dapat lagi,” terang Sugma.

Kantor Dinsos PPPA Kabupaten Trenggalek/Foto: Wahyu Agung Prasetyo – Kabar Trenggalek

Kata Pemerintah Soal Bansos

Permasalahan layanan bansos yang dikeluhkan masyarakat mendapatkan repons dari para pemangku kebijakan di Kabupaten Trenggalek. Setelah warga ramai-ramai melaporkan layanan bansos di Kabupaten Trenggalek, LaporCovid-19 melakukan audiensi dengan Pemkab Trenggalek pada 12 November 2021. Audiensi itu membuahkan hasil berupa kesepakatan tindak lanjut Pemkab Trenggalek untuk menyelesaikan masalah layanan bansos yang dialami warga.

Salah satu kendala yang menjadi penyebab masalah bansos yaitu pendataan warga penerima bansos yang tidak valid/padan. Setidaknya, ada tiga instansi yang terlibat dalam upaya verifikasi dan validasi data warga penerima bansos di Trenggalek. Ada Dinsos PPPA, Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), dan pemerintah desa di Trenggalek.

Ratna Sulistyowati, Kepala Dinsos PPPA Trenggalek, menjelaskan, setelah audiensi dengan LaporCovid-19, pihaknya melakukan verifikasi dan validasi data warga penerima bansos secara rutin. Saat ini, Dinsos PPPA Trenggalek, mulai melakukan verifikasi dan validasi dengan mendatangi satu per satu warga yang lapor melalui LaporCovid-19. Ratna mengatakan, salah satu kendala dalam pendataan tersebut adalah pendataan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang sering keliru.

“Saya kemarin juga menyampaikan kalau [masalah pendataan bansos] ini akan kami kirim ulang untuk tindak lanjut kami seperti apa. Kami sekarang sedang proses tindak lanjut. Bukan perkara mudah itu nyocokkan NIK ini dan sebagainya. Kalau yang LaporCovid itu kan alamatnya ada, identitasnya ada. Kami datangi satu per satu. Dan mereka punya KTP [Kartu Tanda Penduduk], punya Adminduk [Administrasi Kependudukan], kami cocokkan,” ujar Ratna.

Ratna menjelaskan, Dinsos PPPA Trenggalek terus melakukan verifikasi dan validasi data-data warga penerima bansos yang keliru secara rutin melalui aplikasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Dalam upaya verifikasi dan validasi tersebut, Dinsos PPPA Trenggalek bekerjasama dengan Disdukcapil Trenggalek dan pemerintah desa di Trenggalek.

Menurut penjelasan Ratna, pemerintah desa memiliki wewenang untuk menentukan warga yang berhak mendapatkan bansos ataupun tidak. Penjelasan Ratna merujuk pada Undang-Undang nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Pemerintah desa berwenang melakukan verifikasi, validasi, serta pembaruan data warga penerima bansos, melalui aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial – Next Generation (SIKS-NG).

“Yang berhak menentukan masyarakat itu miskin atau tidak adalah kepala desa melalui musyawarah desa dan kelurahan. Nah, desa yang akan mengganti data-data kemiskinan itu melalui aplikasi SIKS-NG. Aplikasi SIKS-NG itu password-nya, yang punya adalah operator masing-masing desa. Dinsos gak punya,” ujar Ratna.

Ratna mengatakan, tidak semua pemerintah desa mampu melakukan pengriman data secara online dengan aplikasi SIKS-NG ke Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial (Pusdatin Kesos Kemensos). Ada beberapa pemerintah desa yang kemudian dibantu oleh Dinsos PPPA Trenggalek untuk mengirim data warga penerima bansos.

“Ada juga desa di trenggalek yang enggak memperbaiki data [penerima bansos]. Ada desa yang rajin update itu ya akhirnya kesalahan itu sangat kecil,” ungkap Ratna.

Data warga penerima bansos yang dikirimkan kemudian diolah oleh Pusdatin Kesos Kemensos. Lalu, Pusdatin Kesos Kemensos akan menetapkan lagi data tersebut di DTKS. Ratna mengaku, data baru yang sudah dikirimkan memang ada yang tidak masuk ke DTKS. Tapi tidak semua data lama masuk lagi ke DTKS.

“Misal gini, bulan ini kami meng-update data, yang kami coret itu ada 600 orang. Kami mengumpulkan yang baru 600. Bukan berarti 600 usulan baru kami tidak masuk dan yang lama itu masuk semua. Gak juga gitu. Ada sebagian besar yang tergantikan. Jangan salah paham,” jelas Ratna.

Ratna menyampaikan, salah satu kendala data baru yang tidak masuk DTKS yaitu adanya data NIK warga penerima bansos yang tidak padan dengan data NIK yang ada di Disdukcapil Trenggalek.

“Memang saat ini masih kami temukan data yang sudah diusulkan itu ada yang tidak masuk, ada beberapa permasalahan. Yang pertama karena NIK-nya itu tidak padan dengan NIK yang ada di Disdukcapil. Itu yang menjadi kesulitan kami selama ini,” ucap Ratna.

Ratna mengatakan, Dinsos PPPA Trenggalek tidak bisa melakukan verifikasi dan validasi data NIK warga penerima bansos dengan cepat. Hal itu dikarenakan adanya keterbatasan akses NIK serta prosedur Disducapil Trenggalek untuk membantu melakukan verifikasi dan validasi NIK warga penerima bansos.

Ririn Eko Utoyo, Plt Kepala Disducapil Trenggalek, membenarkan pernyataan Ratna, bahwa ada prosedur yang harus dilalui Dinsos Trenggalek supaya bisa mendapatkan validasi NIK warga penerima bansos.

Ririn menyampaikan, prosedur itu berkaitan dengan wewenang Disdukcapil Trenggalek yang tidak bisa secara langsung memberikan validasi NIK warga penerima bansos. Sehingga pihak Disdukcapil Trenggalek maupun Dinsos Trenggalek harus bersurat untuk mendapatkan ijin dari Direktorat Jenderal Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri) Republik Indonesia.

“Pada saat Dinsos kesulitan ya kami bantu, karena sebenarnya bukan dengan kami proses pemadanan NIK-nya. Itu wewenang pusat [Ditjen Dukcapil Kemendagri] sebenarnya. Jadi kami Disdukcapil itu hanya diberi kewenangan untuk verifikasi data dan memberi jawaban ‘sesuai atau tidak sesuai’ dengan database [milik Disdukcapil Trenggalek]. Tapi syaratnya itu harus bersurat ke pusat. Dinsos juga bersurat dengan ditandatangani Pak Bupati. Nanti datanya akan diserahkan ke Dinsos lewat kami,” jelas Ririn.

Setelah Disdukcapil Trenggalek memberikan jawaban ‘sesuai atau tidak sesuai’ maka proses selanjutnya Disdukcapil Trenggalek bisa membantu melakukan verifikasi maupun perbaruan data NIK warga perima bansos.

“Nah kalau update NIK/KK itu berapapun dari Dinsos kami proses update. Kalau gak ada masalah, paling lambat 24 jam di sistem pusat sudah ter-update. Kalau dilibatkan dalam proses verifikasi ini kami siap. Jawaban kami sesuai tidak sesuai itu.

Ririn menyampaikan, sering kali terjadi data NIK tidak sesuai dengan database Disdukcapil Trenggalek karena ada warga pindah KK. Sehingga KK milik warga itu masih memakai KK daerah asal, dan belum diperbarui di Ditjen Dukcapil Kemendagri. Oleh karena itu, Ririn menyarankan supaya warga yang mengalami keluhan layanan bansos untuk benar-benar melihat dokumen pendaftaran bansos dan memastikan datanya benar.

“Kami menyarankan kepada penduduk itu jangan hanya tanya ke RT atau pemerintah desa. Tapi juga melihat dokumennya. Sehingga tidak ada kesalahan penulisan dan sebagainya,” terang Ririn.

Ririn mengatakan, bagi warga yang memiliki keluhan layanan bansos dam ingin memperbaiki data NIK, bisa meminta bantuan pemerintah desa untuk berkomunikasi dengan Disdukcapil Trenggalek. Tapi, jika warga merasa ada kendala dengan pemerintah desa yang tidak responsif, maka warga bisa langsung ke Disdukcapil Trenggalek.

“Kalau penduduk ke sini, kami layani. Kita gak membatasi. Gak harus dengan pemerintah desa, kami proses percepatan pelayanan. Kalau ada penduduk yang mengalami kesuitan untuk data kependudukan, kami lihat kondisi datanya dulu. Pasti ada solusi. Ini juga sebagai tindak lanjut. Kalau Dinsos juga ada kesulitan terkait dengan data penduduk penerima bansos, kemudian komunikasi denga kami, kami udari [urai] masalahnya. Pasti ada solusi,” tegas Ririn.

Ririn menegaskan, pada intinya, pelayanan Adminduk apapun bentuknya, baik KK, KTP, maupun Akta itu berusaha dipermudah dan dipercepat oleh Disdukcapil Trenggalek. Hanya saja, kata Ririn, seringkali masyarakat belum paham. Ririn memberikan pengecualian kepada penduduk yang memiliki dokumennya bermacam-macam dan bervariasi, sehingga prosesnya bisa lebih lama. Meski demikian, Disdukcapil tetap berusaha untuk membantu masyarakat menyelesaikan kebutuhan Adminduk.

Berdasarkan data aduan warga dari LaporCovid-19, ada beberapa desa di Trenggalek yang dilaporkan memiliki permasalahan dalam layanan bansos. Tiga di antaranya adalah Desa Puru Kecamatan Suruh, lalu Desa Duren, Kecamatan Tugu, serta Desa Ngadirenggo, Kecamatan Pogalan. Namun, saat kabartrenggalek.com berusaha menghubungi ketiga desa itu, hanya Kepala Desa Ngadirenggo, Mulyanto, yang merespons dan bersedia dimintai keterangan.

Mulyanto juga mengakui adanya persoalan pendataan warga penerima bansos di Desa Ngadirenggo. Mulyanto mengatakan, Pemerintah Desa Ngadirenggo melakukan perbaikan data setiap satu bulan sekali. Pemerintah Desa Ngadirenggo juga bekerjasama dengan Dinsos PPPA Trenggalek untuk melakukan perbaikan data.

“Kalau data perbaikan warga penerima bantuan itu diperbaiki per bulan, atau pun ketika ada permintaan data di Dinas Sosial, ya itu memang kami laksanakan perbaikan. Kami sesuaikan apa yang keliru NIK-nya atau alamatnya itu kami lakukan perbaikan. Atau pun mereka yang sudah meninggal, muncul lagi [sebagai penerima bansos] itu juga kami pindahkan lagi,” ujar Mulyanto.

Mulyanto menyebutkan, pendataan warga penerima bansos itu memang harus by name by addres (sesuai nama, sesuai alamat). Ia mengakui, ketika ada warga yang sudah mendaftar tapi tidak mendapat bansos itu karena ada kendala di NIK-nya. Sedangkan, ketika mengirim data ke Pusdatin Kesos Kemensos melalui aplikasi SIKS-NG, Mulyanto, mengaku kadang ada kendala sinyal, kadang lancar.

“Kenapa ini ada namanya tapi gak muncul? Itu memang kendala di NIK-nya. Dan insyaallah untuk di Ngadirenggo ini step by step [selangkah demi selangkah] kami laksanakan. Misal, ketika warga belum punya e-KTP, itu kami wajib mencarikan e-KTP. Itu suatu kewajiban. Kami memahami karena penulisan NIK itu salah satu angka saja, sudah keliru,” jelas Mulyanto.

Mulyanto menegaskan, Pemerintah Desa Ngadirenggo, siap mengupayakan supaya warga yang layak bisa mendapatkan bansos. Ia mengimbau warga yang merasa layak tapi belum mendapatkan bansos bisa berkoordinasi dengan pemerintah desa. Kemudian, pemerintah desa akan mengajukan ke Dinsos PPPA Trenggalek.

“Terkait bantuan sosial, kami tetap mengupayakan selama warga yang layak ini memenuhi kriteria berdasar pada keadaan ekonomi masyarakat tersebut. Kami akan tetap berusaha untuk mengajukan ke dinas sosial. Warga bisa koordinasi ke pemerintah desa, kalau merasa layak dan belum dapat bansos. Karena bagaimanapun nggih, kalau mereka layak ya wajib mendapatkan,” tegas Mulyanto.

Kantor Disdukcapil Kabupaten Trenggalek/Foto: Wahyu Agung Prasetyo – Kabar Trenggalek

Warga Dihambat Kendala Struktural

Hingga berita ini diterbitkan, baik Alfina, Hanum, dan Sugma, belum mendapatkan kunjungan dari Dinsos PPPA, untuk mendapatkan bantuan terkait pendataan supaya bisa mendapat bansos. Mereka tidak mendapatkan informasi dari pemerintah desa terkait tindak lanjut ketika tidak mendapatkan bansos.

Oleh karena itu, Alfina, Hanum, dan Sugma tidak tahu ada kendala NIK maupun memastikan data yang sudah dikirimkan sudah benar atau ada yang salah. Tentunya, mereka juga tidak tahu bagaimana solusi dari masalah bansos ini.

Alfina mengaku, bahwa dirinya tidak mendapatkan informasi terkait bansos dari pemerintah desa. Akhirnya, ia mencari sendiri informasi-informasi tentang bansos. Sedangkan Hanum, ia pernah menanyakan ke pemerintah desa terkait informasi bansos. Tapi ia selal dioper-oper oleh pemerintah desa dan pihak RT.

“Pernah tanya ke desa, katanya suruh tanya sama RT-nya. Terus setelah tanya RT, RT suruh tanya ke desa. Gitu aja terus nggak dapat kepastian,” keluh Hanum.

Hal yang sama juga dialami Sugma. Ia pernah bertanya kepada pihak RT, tapi RT hanya mendapatkan jawaban kalau Sugma dan ibunya sudah didaftarkan, namun belum dapat bansos.

“Kan gini, udah setor data ke RT, katanya sudah diajukan. Terus pas ada pendaftaran itu kami tanyakan, kata RT-nya sudah diajukan tapi masih belum dapat juga,” ujar Sugma.

Menanggapi persoalan bansos di Trenggalek, Ni Luh Putu Maitra Agastya, peneliti senior Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA), mengatakan, masih banyak warga yang berhak mendapatkan bansos. Hanya saja, lanjut Maitra, ada dua kondisi yang menyebabkan warga-warga di Trenggalek belum mendapatkan bansos yang menjadi hak mereka.

Pertama, masih adanya kendala struktural yang mengambat warga untuk mendapat dokumen pendudukan sebagai prasyarat pendaftaraan dan penerimaan bansos. Menurut Maitra, kepemilikan NIK dan dokumen identitas adalah pengakuan negara atas keberadaan seseorang. Selain itu, dokumen identitas juga menjadi dasar dikenalinya seseorang oleh layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, bantuan sosial serta layanan komersial seperti telekomunikasi, niaga, perbankan, transportasi, dan asuransi.

Penelitian PUSKAPA di tahun 2016 menemukan bahwa ada beberapa kendala struktural. Seperti faktor sosial, ekonomi, atau tata kelola sistem administrasi kependudukan, yang menghambat warga, terutama warga miskin [misalnya keluarga miskin, penyandang disabilitas, manula, dan anak terlantar] untuk mendapatkan NIK dan dokumen kependudukan lainnya,” jelas dosen Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, itu.

Kedua, masih tingginya inclusion error (kesalahan penyertaan) dan exclusion error (kesalahan pengecualian) bagi warga penerima bansos. Maitra memandang, banyak hambatan dalam penyaluran bansos Covid-19 yang masih terjadi karena adanya perubahan terhadap kriteria penerima dana bansos.

“Covid-19 menyebabkan banyak warga yang rentan menjadi miskin. Misalnya karena kematian pencari nafkah utama atau kehilangan pekerjaan karena kondisi pandemi. Proses identifikasi dan pendataan warga rentan akibat Covid-19 juga terus berlangsung. Sehingga, kemungkinan terjadi kesalahan pendataan atau menumpuknya verifikasi di beberapa pihak tidak dapat dihindari,” ujar Maitra.

Beragam persoalan bansos yang dialami oleh warga di Indonesia membuat PUSKAPA melakukan berbagai penelitian dan advokasi untuk merumuskan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah Indonesia. PUSKAPA berupaya memastikan bahwa semua orang, terutama kelompok rentan, mendapatkan akses terhadap dokumen kependudukan yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesempatan pendidikan, bantuan sosial dan perlindungan sosial, serta fasilitas kesehatan.

“Hasil penelitian PUSKAPA di beberapa provinsi [termasuk kabupaten dan desa] juga digunakan untuk merancang dan melaksanakan program-program bersama dengan pemerintah daerah dan masyarakat lokal untuk memperluas akses terhadap dokumen kependudukan, bantuan sosial, dan pelayanan dasar lainnya,” terang Maitra.

Sedangkan untuk bansos Covid-19, PUSKAPA juga telah menerbitkan kertas kebijakan yang mendorong pemerintah pusat untuk mempertimbangkan beragam kelompok yang kini menjadi rentan atau membutuhkan bansos sebagai akibat dari pandemi.

“Seperti warga yang kehilangan pekerjaan, kehilangan pencari nafkah utama, mengalami masalah kesehatan akibat COVID19.  Perluasan definisi mengenai kelompok rentan menjadi langkah pertama untuk memastikan bahwa semua kelompok rentan dapat menerima bansos Covid-19,” imbuhnya.

Melihat apa yang dialami Alfina, Hanum, dan Sugma, menurut Maitra, pemerintah desa di Trenggalek perlu mencontoh inovasi yang dilakukan oleh pemerintah desa di berbagai wilayah dalam memberikan layanan kepada masyarakat untuk mengurus dokumen kependudukan.

Berdasarkan penelitian PUSKAPA, ada Pemerintah Gampong (istilah ‘desa’ di provinsi aceh) Peuribu, Kecamatan Arongan Lambalek, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, yang menggunakan anggaran belanja desa untuk menyediakan layanan administrasi penduduk.

Anggaran belanja desa tersebut digunakan salah satunya untuk mengangkat, melatih, dan membiayai petugas khusus di desa untuk menemukan warga yang belum memiliki berbagai dokumen identitas, seperti dokumen identitas hukum. Selain itu, anggaran belanja desa juga digunakan untuk mendata kebutuhan warga, membantu proses registrasi, dan menghubungkan kebutuhan warga dengan layanan administrasi kependudukan di Kabupaten/Kota.

“Anggaran [belanja desa] juga digunakan untuk melengkapi kantor desa dengan komputer dan printer. Fasilitas tersebut bertujuan agar warga tidak perlu bersusah payah ke kantor Disdukcapil yang jaraknya mencapai 45 kilometer dari desa tersebut karena terletak di Ibu Kota Kabupaten Aceh Barat. Dengan anggaran di atas, petugas khusus juga bisa mendatangi warga di tempat tinggalnya,” tambahnya.

Persoalan pendataan warga penerima bansos di Trenggalek memang perlu terus diupayakan untuk diperbaiki. Firdaus Ferdiansyah, Tim Advokasi Laporan Warga, LaporCovid-19, mengungkapkan sejak Desember 2020, keluhan warga seputar bansos masih sama seperti yang dialami oleh Alfina, Hanum, dan Sugma di Trenggalek.

Firdaus menyampaikan, banyak warga yang melaporkan bahwa mereka tidak mendapatkan informasi tindak lanjut dari pemerintah desa ketika sudah mendaftar, tapi tidak pernah mendapatkan bansos. Meski demikian, Firdaus mengapresiasi adanya upaya dari Dinsos PPPA Trenggalek, Disdukcapil Trenggalek dan pemerintah desa yang membuka ruang untuk membantu warga dalam proses verifikasi dan validasi data penerima bansos.

“Secara ide sih, menarik ya. Ada ruang yang dibuka oleh Dinsos, Diskudcapil bahkan Pemerintah Desa. Tapi syukur sebetulnya kalau memang sudah ada upaya untuk perbaikan. Artinya masih diupayakan agar warga bisa mendapatkan haknya. Jangan kemudian hambatan ini membuat hambatan ini berkepanjangan,” tegas Firdaus.

Firdaus menerangkan, LaporCovid-19 selalu bersedia 24 jam untuk menerima dan mengawal pengaduan dari warga. Warga, lanjut Firdaus, bisa akses LaporCovid-19 di whatsapp 081293149546 dan telegram dengan akun @laporcovid19bot, asal ada smartphone dan internet. Setiap laporan yang masuk ke kanal pengaduan, akan diupayakan untuk verifikasi oleh admin. Verifikasi dilakukan dua kali, ada verifikasi di sistem, dan verifikasi dengan menghubungi dengan pelapor.

“Menghubungi pelapor kembali juga sebetulnya ada tantangan tersendiri, ada yang suka tidak membalas, ada yang tidak respon, ada juga yang menganggap kita ini bagian dari pemerintah sehingga mencoba meluapkan kekesalannnya ke kami. Tapi ya syukur lebih banyak pelapor yang kooperatif dan responsif,” cerita Firdaus.

“Selanjutnya, ya seperti biasa, setelah didapati informasi yang dibutuhkan warga, identitas warga, kami teruskan laporannya ke pemerintah daerah setempat, dalam hal ini Dinas Sosial atau Inspektorat. Kami biasa memanfaatkan email/nomor telepon di dinas tersebut, atau bisa juga meneruskan informasinya lewat lapor.go.id atau JAGA KPK,” tambah Firdaus.

Saat menerima laporan dari warga terkait layanan bansos, Firdaus mengaku bahwa LaporCovid-19 tidak berwenang untuk memverifikasi bahwa warga yang melapor itu benar-benar layak mendapatkan bansos atau tidak. Tapi, LaporCovid-19 berupaya mendorong agar pemerintah daerah setempat melakukan verifikasi dan validasi di lapangan agar warga bisa mendapatkan bansos sebagaimana mestinya.

“Karena kami prinsipnya adalah, semua warga, semua orang, itu berhak mendapatkan perlindungan sosial. Terutama di masa krisis seperti ini. Makanya setiap pengaduan pasti kami terima. Di samping, kami bukan pihak yang berwenang untuk melakukan verifikasi kelayakan warga,” ujar Firdaus.

Pada Senin 13 Desember 2021, Firdaus menindaklanjuti hasil verifikasi dan validasi data warga penerima bansos kepada Dinsos PPPA Trenggalek. Namun, kata Firdaus, proses verifikasi dan validasi itu belum semuanya selesai dilakukan Dinsos PPPA Trenggalek.

Oleh karena itu, Firdaus memandang pentingnya penekankan di awal kepada Pemkab Trenggalek supaya melakukan verifikasi dan validasi di lapangan. Proses verifikasi dan validasi data warga penerima bansos membutuhkan keaktifan pendamping PKH, partisipasi RT/RW, serta keaktifan Pemkab Trenggalek untuk verifikasi menentukan kelayakan calon penerima bansos sehingga bisa terdaftar sebagai penerima bansos.

“Disamping juga melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pendamping PKH, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan [TKSK], serta perangkat lain yang berkepentingan terhadap proses pendataan hingga penyaluran bantuan sosial. Dan yang tidak kalah penting, menyediakan kanal pengaduan dengan tim yang aktif merespons serta menindaklanjuti laporan warga,” tandas Firdaus.

Baca juga tulisan lainnya di kabartrenggalek.com tentang BANSOS

Exit mobile version