Kabar Trenggalek – Malam pergantian tahun 2023 di Kabupaten Trenggalek diramaikan dengan acara Kenduri Cinta Bersama Cak Nun dan Kiai Kanjeng. Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, membuka acara dengan pembahasan tolak tambang emas Trenggalek.
“Ada yang bilang kalau saya ini bupati mendo [bodoh]. Ada tambang emas 12 ribu hektare kok ditolak,” ujar Arifin.
Setelah itu, Arifin menanyakan kepada warga Trenggalek yang menyaksikan acara Kenduri Cinta bersama Cak Nun dan Kiai Kanjeng, “Bagaimana, ditolak apa diterima?” Sontak para warga Trenggalek menjawab “Ditolaakk…”
Kemudian, Cak Nun memberikan respons atas perjuangan warga bersama Bupati Trenggalek dalam menolak tambang emas oleh PT Sumber Mineral Nusantara (SMN). Cak Nun menyampaikan, tambang emas tidak bisa dipikir secara linear (sederhana/gampang) akan membuat warga Trenggalek jadi kaya harta.
“Jadi, kalau kamu mikirnya linear, seolah-olah tambang emas akan membuat kamu kaya, sekarang dilihat secara melingkar. Dilihat itu aturannya seperti apa dari pemerintah pusat, kira-kira kalau emas ditambang, orang Trenggalek dapat berapa persen? Yang kaya siapa nanti? Sebenarnya penambangan emas di Trenggalek itu menggali rizki untuk rakyat Trenggalek atau perampokan terhadap hak milik Trenggalek?” ujar Cak Nun.
Cak Nun kemudian mengajak warga Trenggalek untuk belajar atau sinau bersama di Kenduri Cinta tersebut. Menurut penjelasan Cak Nun, di Maiyah ada sisi pandang, sudut pandang, jarak pandang, resolusi pandang, dan lingkar pandang. Semua itu membentuk lingkaran hingga tercipta kenduri pandang.
“Semua pelaksanaan pembangunan, semua cara berpikir manusia, semua cara kita mengatur keluarga, atau apapun dari lokal sampai global, itu ada lingkaran atau bulatan. Karena puncak ilmu itu adalah seperti orang tawaf, mengelilingi Ka’bah untuk menyerap rizki dari Allah,” terang Cak Nun.
Dalam Kenduri Cinta, kata Cak Nun, ada rasa saling mencintai satu sama lain antar banyak pihak. Cinta yang utama adalah cinta kepada Allah, karena Allah menciptakan dan mencintai manusia, sehingga meletakkan manusia di bumi yang penuh rahmat-Nya.
“Kalau cinta alam itu terus diapakan alamnya? Dirawat, dijaga, supaya lestari, supaya tidak punah. Kalau kamu mencintai berarti kamu bersahabat dengan alam. Nah, selama ini memperlakukan alam sebagai alat. Maka disebut sebagai eksploitasi,” jelas Cak Nun.
Cak Nun menuturkan, di Maiyah ada ekosofi, sebuah ilmu untuk menemukan, memahami, dan melaksanakan kebijaksanaan alam. Menurut Cak Nun, alam tidak selalu di luar manusia, tapi manusia itu sendiri juga disebut sebagai bagian dari alam.